EKA NURBULAN

Guru di SDN 10 Panai Hulu, Labuhanbatu, Sumatera Utara. Hobi menulis, membaca, dan menggambar. ...

Selengkapnya
Navigasi Web

PACAR BAYARAN

#Tantangan hari ke-9

#TantanganGurusiana

Nak Guru, Abah minta kamu mau menjadi kekasih Aisyah. Abah bayar.” Lelaki tua itu berkata dengan tiba-tiba.

“Abah…,” Aku menjawab gugup. Lelaki itu memandangku penuh harap. Wajahnya yang mulai menua tak sebanding usianya yang hanya berkisar 50 tahun. Sesuatu yang berat seperti menjadi beban dalam perjalanan hidupnya.

Abah Juned, aku memanggilnya demikian sesuai nama yang diperkenalkannya padaku. Lelaki yang baru ku kenal hampir dua bulan ini meminta sesuatu yang tak pernah kuduga. Sesuatu yang rasanya tidak mungkin dapat kulakukan. Aku terdiam, memikirkan jawaban yang tepat.

Perkenalan kami berawal di warung wedang jahe Bik Marni. Mulanya aku diajak ke warung tersebut oleh rekan kerja. Ketika mencobanya, aku benar-benar menikmatinya. Rasanya yang hangat mengalir mulai dari kerongkonganku hingga ke perutku. Sensasi manis hangat ketika aku meminum wedang jahe susu. Keesokan harinya aku memesan wedang jahe kopi, rasanya mantab dan menyegarkan. Keesokan harinya aku memesan wedang teh jahe, rasanya nyaman dan hangat. Sehingga setelah shalat isya di masjid, hampir setiap malam aku mampir di warung tersebut. Abah Junedlah tak pernah absen, duduk santai sambil merokok. Sehingga terjadilah percakapan-percakapan tentang kehidupan kami berdua.

Aku bahkan tak mengenal Aisyah, anak gadis Abah Juned. Aku hanya dapat membayangkan gadis itu dari cerita Abah Juned.

“Aisyah mah Nak Guru, Cantik. Gak seperti abah. Kulitnya putih, tinggi semampai, seperti ibunya.” Mata abah berbinar-binar ketika menceritakannya, ia tersenyum sendiri lalu mengangguk-angguk.

“Ya iyalah cantik Bah, kan perempuan seperti ibunya. Kalau seperti abah mah berarti ganteng hehehe,” sahutku menggodanya.

Dia tertawa, giginya terlihat kuning akibat nikotin rokok. Kemudian tiba-tiba ia menunduk. “Sayang, ibunya sudah tiada,” ujarnya perlahan.

Aku terdiam dan memandang lelaki berkulit hitam itu. Kumisnya yang baplang, sesekali di pelintirnya. Menurutku kumis itu tak sesuai dengan tubuhnya yang pendek gemuk. Namun Abah terlihat nyaman di balik kumis itu.

“Nak Guru, kalahka ngalamun,” Abah memukul bahuku. Aku tersentak.

“Gimana yah Bah, bingung saya,” Aku menggaruk-garuk kepala.

“Nak Guru kan lagi perlu uang buat bayar kuliah. Tah dari abah, bayaran buat jadi pacarnya Aisyah.”

Sebuah amplop di letakkan di dekat wedang jahe susu.

Tarima Abas … Entong ah, Tarima .. Entong,” pikiranku berkecamuk.

(Bersambung)

(Bahasa Sunda: Mah = kata tambahan untuk menegaskan, Kalahka = malah, Ngalamun = melamun, Tarima = terima, Entong = Jangan)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post